Akankah China Kehilangan Dominasinya di Industri Tekstil Global?

Dec 13, 2024 Dilihat: 710

China telah lama memegang posisi dominan dalam industri tekstil global, dan mendapatkan tempatnya sebagai "pabrik dunia". Namun, perkembangan terbaru menunjukkan perubahan signifikan dalam lanskap, dengan pergeseran produksi ke Asia Tenggara dan munculnya tantangan-tantangan baru. Artikel ini mengeksplorasi faktor-faktor di balik kebangkitan historis tekstil Tiongkok, transfer industri yang sedang berlangsung, dan masa depan sektor tekstil Tiongkok dalam ekonomi global yang berkembang pesat.


Kebangkitan Bersejarah Tiongkok dalam Industri Tekstil

1. Pasokan Tenaga Kerja yang Melimpah dan Keunggulan Biaya

Ledakan tekstil di Tiongkok pada akhir abad ke-20 didorong oleh jumlah tenaga kerja yang besar dan terjangkau. Selama periode ini, migrasi dari desa ke kota melonjak karena jutaan pekerja pindah ke sektor industri, sehingga industri tekstil mendapatkan tenaga kerja yang cukup dan murah.

  • Biaya Tenaga Kerja yang Kompetitif: Pada tahun 1990-an dan 2000-an, upah di Tiongkok jauh lebih rendah daripada di negara-negara maju, sehingga membuat Tiongkok menjadi tujuan yang menarik bagi industri padat karya seperti tekstil.
  • Pengembangan Keterampilan: Seiring berjalannya waktu, para pekerja Tiongkok memperoleh keahlian yang signifikan, meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

2. Pengembangan Infrastruktur

Investasi besar-besaran pemerintah Tiongkok di bidang infrastruktur memainkan peran penting dalam kebangkitan industri ini.

  • Jaringan Transportasi: Jalur kereta api, jalan raya, dan pelabuhan yang dimodernisasi memfasilitasi pergerakan bahan baku dan barang jadi.
  • Pasokan Energi: Listrik yang andal dan terjangkau memastikan produksi tidak terganggu.

Kemajuan ini memposisikan Tiongkok sebagai pusat manufaktur tekstil yang efisien dan hemat biaya.

3. Skala Ekonomi dan Kawasan Industri Berkelompok

Kemampuan China untuk memproduksi tekstil dalam skala besar memungkinkan produsen untuk mencapai skala ekonomis, mengurangi biaya.

  • Klaster Industri: Wilayah tekstil seperti Zhejiang, Jiangsu, dan Guangdong menjadi pusat yang sangat terintegrasi dengan rantai pasokan lokal untuk bahan mentah, pencelupan, dan proses finishing.
  • Pertumbuhan Berorientasi Ekspor: Produksi skala besar memungkinkan Tiongkok memenuhi permintaan global secara kompetitif.

4. Dukungan Pemerintah dan Inisiatif Kebijakan

Kebijakan pemerintah yang mendukung sangat penting bagi perkembangan industri ini.

  • Subsidi Ekspor dan Potongan Pajak: Insentif ini membuat produk China lebih kompetitif secara internasional.
  • Penanaman Modal Asing (PMA): Kemitraan dengan perusahaan global yang memperkenalkan mesin, teknologi, dan keahlian yang canggih.
  • Kawasan Ekonomi Khusus (KEK): KEK menawarkan keringanan pajak dan merampingkan peraturan, sehingga menarik produsen dalam dan luar negeri.

5. Integrasi ke Pasar Global

Aksesi Tiongkok ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 2001 merupakan titik balik, yang memungkinkan para produsennya untuk mengakses pasar global dengan lebih sedikit hambatan perdagangan.

  • Akses Bebas Kuota: Penghapusan kuota tekstil di bawah Perjanjian Tekstil dan Pakaian (ATC) WTO memungkinkan China untuk memperluas ekspornya.
  • Kepemimpinan Biaya: Tiongkok menjadi pemasok pilihan bagi peritel internasional karena kemampuannya menawarkan harga rendah tanpa mengorbankan volume.

6. Integrasi Vertikal dan Rangkaian Produk yang Beragam

Rantai pasokan China yang terintegrasi secara vertikal, dari produksi serat hingga barang jadi, memastikan efisiensi dan pengendalian biaya. Negara ini juga menawarkan rangkaian produk yang beragam, mulai dari garmen dasar hingga kain performa berteknologi tinggi, yang memenuhi beragam permintaan global.

Sorotan Kuantitatif dari Kebangkitan Tiongkok

  • Dominasi Ekspor: Pada tahun 2010, China menyumbang 34% dari ekspor tekstil global.
  • Produksi Serat: Pada tahun 2015, Tiongkok memproduksi lebih dari 50% serat dunia, termasuk kapas dan bahan sintetis.
  • Kontribusi Ekonomi: Tekstil dan pakaian jadi menyumbang 6-7% dari PDB Tiongkok selama awal tahun 2000-an.

Perpindahan Industri: Mengapa Produksi Bergeser dari Tiongkok

1. Meningkatnya Biaya Tenaga Kerja

Seiring dengan semakin matangnya ekonomi Tiongkok, upah meningkat, mengurangi keunggulan biaya yang pada awalnya menarik bagi merek-merek global. Misalnya, pada tahun 2023, pekerja pabrik di Tiongkok memperoleh penghasilan antara $982 hingga $1.685 per bulan, jauh lebih tinggi daripada pekerja di Vietnam atau Bangladesh.

2. Ekonomi Asia Tenggara yang Kompetitif

Negara-negara seperti Vietnam, Kamboja, dan Bangladesh kini menawarkan biaya tenaga kerja yang lebih rendah, perjanjian perdagangan yang menguntungkan, dan basis industri yang berkembang, menjadikannya alternatif yang menarik untuk manufaktur tekstil.

3. Faktor Perdagangan dan Geopolitik

Tarif, seperti yang diberlakukan selama perang dagang AS-Tiongkok, telah mendorong merek-merek untuk mendiversifikasi rantai pasokan mereka. Negara-negara Asia Tenggara, dengan perjanjian perdagangan bebas dan perlakuan istimewa, telah menjadi penerima manfaat utama.

4. Tekanan Lingkungan

Peraturan lingkungan yang ketat di Tiongkok, ditambah dengan biaya kepatuhan yang tinggi, telah membuat beberapa perusahaan pindah ke negara dengan standar yang lebih lunak.

Indikator Kuantitatif Transfer Industri

  • Pada tahun 2022, pangsa ekspor tekstil global China sedikit menurun, sementara Vietnam dan Bangladesh terus meningkatkan volume ekspor mereka.
  • Dalam sepuluh bulan pertama tahun 2022, pendapatan operasional gabungan untuk perusahaan tekstil besar di China hanya naik 1,6% dari tahun ke tahun, menandakan pertumbuhan yang melambat.

Masa Depan Industri Tekstil Tiongkok: Tantangan dan Peluang

1. Inovasi Teknologi

Untuk mengatasi kenaikan biaya tenaga kerja, China berinvestasi besar-besaran dalam otomatisasi dan manufaktur pintar. Teknologi canggih seperti robotika dan AI diperkirakan akan mengotomatisasi hampir 50% aktivitas manufaktur tekstil pada tahun 2024.

2. Keberlanjutan sebagai Keunggulan Kompetitif

Dengan meningkatnya permintaan konsumen akan produk ramah lingkungan, Tiongkok mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan seperti:

  • Teknologi hemat air: Proses pewarnaan dan finishing baru untuk mengurangi konsumsi air.
  • Bahan Daur Ulang: Peningkatan penggunaan serat bersertifikasi Standar Daur Ulang Global (GRS).

Peraturan pemerintah juga memberlakukan standar lingkungan yang lebih ketat, yang dapat memposisikan China sebagai pemimpin dalam produksi tekstil yang berkelanjutan.

3. Perluasan Pasar Domestik

Seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekspor, China berfokus pada pasar domestiknya. Pada tahun 2025, penjualan ritel pakaian di Tiongkok diproyeksikan akan melebihi $415 miliar, didorong oleh meningkatnya belanja konsumen.

4. Tekstil dan Inovasi Bernilai Tinggi

China mengalihkan fokusnya ke produk-produk bernilai tinggi, seperti tekstil teknis untuk aplikasi medis, otomotif, dan olahraga. Pergeseran ke arah inovasi ini bertujuan untuk menangkap segmen pasar yang lebih menguntungkan.

5. Integrasi Rantai Pasokan Global

Melalui inisiatif seperti Belt and Road Initiative, Tiongkok berinvestasi di pabrik-pabrik tekstil di luar negeri, memastikannya tetap menjadi bagian integral dari rantai pasokan global meskipun terjadi perpindahan industri.


Kesimpulan

Meskipun transfer industri dan kenaikan biaya menghadirkan tantangan, China tidak kehilangan relevansinya dalam industri tekstil global. Sebaliknya, sektor ini justru berkembang. Dengan merangkul kemajuan teknologi, keberlanjutan, dan produksi bernilai tinggi, China siap untuk tetap menjadi pemain yang signifikan, meskipun dalam kapasitas yang berbeda.

Masa depan tekstil China kemungkinan akan menekankan kualitas daripada kuantitas, dengan fokus pada keberlanjutan, inovasi, dan pertumbuhan domestik. Ketika industri ini beradaptasi dengan realitas baru, transformasinya dapat mengatur panggung untuk sektor tekstil yang lebih tangguh dan kompetitif dalam beberapa dekade mendatang.